Pelanggaran Kode Etik Dalam Perkara Eddie Widiono

Diposting oleh Berita Jakarta Online Rabu, 04 Januari 2012

Team penasehat hukum Ir. Eddie Widiono Suwondho Msc, yang terdiri dari Maqdir Ismail, SF Marbun, M. Rudjito, Dasril Afandi dkk melaporkan Deputi Penindakan, Direktur Penyelidikan, Penyidik dan Penuntut Umum kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Selasa, 13/12/11, sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dalam melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap terdakwa Ir. Eddie Widiono Suwondho Msc.

Dijelaskan bahwa, pelanggaran kode etik dilakukan ketika Direktur penyelidikan melaporkan adanya tindak pidana korupsi, laporan tersebut tidak disertai dengan hasil penghitungan kerugian negara oleh ahli sebagaimana dimaksud oleh putusan Mahkamah Konstitusi No. OO3/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006.

Pelanggaran juga dilakukan oleh deputi penindakan, karena sudah memerintahkan melakukan penyidikan sesuai perintah penyidikan Sprin.Dik-10/II/2010 tanggal 23 Februari 2010 dan surat perintah penyidikan pimpinan KPK, Nomor: Sprin.Dik-14/01/III/2010, tanggal 11 Maret 2010, padahal penghitungan kerugian negara belum dilakukan.

Bukti pelanggaran oleh Deputi penindakan yakni karena meminta kepala BPKP untuk melakukan penghitungan kerugian negara dengan Surat Nomor: R/48/20-23/03/2010, tanggal 3 maret 2010. Dan hasil penghitungan kerugian negara ini baru diserahkan oleh BPKP dengan surat nomor: SR-176/D6/02/2011, tanggal 16 Februari 2011. Sedangkan permintaan kepada ahli teknologi informasi untuk memberikan keterangan ahli dan menghitung kerugian berhubungan adanya kontrak dibidang informasi teknologi baru disampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu Komputer UI, No: R-168/20-23/03/2010, tanggal 17 Maret 2010.

Dijelaskan, Penghitungan kerugian negara oleh ahli BPKP hanya berdasarkan BAP ahli IT yang menerangkan pendapat ahli atas pekerjaan Roll-Out Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) pada PT.PLN (persero) distribusi jakarta raya dan tangerang tahun 2004-2006 ditandatangani tanggal 17 desember 2010, namun BAP tersebut tidak ada dalam berkas perkara. Penghitungan kerugian negara berdasrkan pendapat ini menjadi tidak nyata dan pasti.

Hilangnya BAP ahli IT Yudho Giri Sucahyo tanggal 17 desember 2010, sebagai dasar untuk melakukan penghitungan kerugian negara oleh BPKP adalah suatu kelalaian yang secara nyata dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam menyusun berkas perkara atas nama terdakwa Ir. Eddie Widiono Suwondho Msc. Penuntut umum tidak melakukan kewajiban sesuai dengan pasal 138-140 KUHAP.

Diterangkan lagi, bahwa menurut UU BPK No. 15 tahun 2006 ditekankan bahwa yang berhak melakukan penghitungan kerugian negara hanya BPK.
BPKP dapat melakukan perhitungan, penilaian, dan penetapan kerugian negara apabila mendapatkan delegasi dari BPK sebagaimana diatur dalam peraturan BPK nomor 1 tahun 2008 tentang penggunaan pemeriksaan dan atau tenaga ahli dari luar BPK. Atau BPKP mendapatkan perintah tertulis dari menteri keuangan sebagai bendahara umum negara.

Disampaikan pula, bahwa dalam melakukan penuntutan, penuntut umum menuntut terdakwa terhadap hal yang tidak pernah dimasukkan dalam surat dakwaan, yakni sebagai berikut:

a. MTC sebesar Rp. 850 juta dianggap terbukti diterima oleh terdakwa Ir. Eddie Widiono Suwondho Msc. Dari Arthur Pelupessy, terkait pengadaan Customer Management System (CMS) di jawa timur, yang tidak didakwakan dalam surat dakwaan dan baru ditanya kepada terdakwa pada pemeriksaan sebagai terdakwa. Hal tersebut dianggap terbukti berdasarkan surat PT. Bank Mandiri, No: CHC.CPL/APU-PPT.254/2011/RHS tanggal 04 Agustus 2011.

b. MTC sebesar Rp.500 ratus juta disita dari Lindasari Handayani yang berasal dari Hariadi Sadono dan tidak berkaitan dengan terdakwa Ir. Eddie Widiono Suwondho Msc, karena berhubungan dengan kerjasama PT. Netway Utama dan PLN Disjatim.

c. Penerimaan uang oleh Amry, Fungsional pemeriksaan KPP Arga makmur bengkulu sebesar Rp. 163.000.000 dan Rp. 27.000.000;

d. Penerimaan uang oleh Nurachman Maarif, Fungsional Pemeriksaan KPP pratama Ilir barat palembang sebesar Rp. 81.000.000,- dan Rp. 14.000.000,-
e. Penerimaan uang oleh Abdul Gani, Kabag Keberatan dan Banding kantor kanwil DJP serang, sebesar Rp. 95.000.000,-

f. Penerimaan uang oleh Erikson P. Situmorang, kasi administrasi penyidikan kanwil jabar sebesar Rp. 95.000.000,-

Penerimaan uang oleh pegawai pajak ini dapat dipastikan tidak ada hubungan dengan PT. Netway Utama Mitra dan PLN Disjaya. Dalam keterangannya Maqdir Ismail dkk menyatakan, dalam proses penegakan hukum, penegakan hukum tidak boleh melakukan kesalahan, sekecil apapun kesalahan itu.
Disampaikan lebih lanjut, bahwa pengaduan terhadap adanya pelanggaran kode etik ini penyidik dan pimpinan KPK dapat menyempurnakan proses penyidikan dan penuntutan, sehingga penegakan hukum tidak dilakukan dengan cara melawan hukum dan melanggar hak-hak asasi manusia.

Foto: TribunNews
(Hans)

0 komentar

Posting Komentar

bookmark
bookmark
bookmark
bookmark
bookmark

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Pengikut